Perkembangan teknologi digital, revolusi industri 4.0, dan masyarakat 5.0 menuntut perubahan paradigma pendidikan. Peserta didik tidak cukup hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga harus menjadi pencipta dan inovator teknologi. Artikel ini menguraikan landasan akademik, kebijakan, serta arah implementasi pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (KA) dalam sistem pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Dengan pendekatan berbasis kompetensi digital dan berpikir komputasional, Kemendikdasmen merancang kurikulum baru yang relevan dengan kebutuhan abad 21. Pembelajaran ini diharapkan melahirkan generasi melek teknologi, kreatif, adaptif, dan beretika digital.
Dalam dua dekade terakhir, dunia mengalami percepatan teknologi yang luar biasa. Kehadiran kecerdasan artifisial (AI), otomasi, dan komputasi awan mengubah hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Sektor pendidikan pun harus beradaptasi terhadap perubahan ini.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikdasmen) menegaskan bahwa kemampuan berpikir komputasional, literasi digital, dan pemecahan masalah berbasis data harus mulai ditanamkan sejak pendidikan dasar.
Koding dan kecerdasan artifisial bukan sekadar keterampilan teknis, melainkan bentuk literasi baru — sejajar dengan literasi membaca, menulis, dan berhitung. Naskah akademik Kemendikdasmen (2025) menjadi pijakan ilmiah untuk mengintegrasikan koding dan KA ke dalam kurikulum nasional, guna menyiapkan peserta didik menghadapi masa depan berbasis digital.
Kebijakan ini berlandaskan pada empat pilar utama:
Landasan Filosofis
Pendidikan diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia secara utuh — rasional, emosional, sosial, dan digital.
Koding dan KA menjadi sarana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir sistematis, logis, dan kreatif.
Landasan Sosiologis
Masyarakat digital menuntut keterampilan baru. Anak-anak perlu disiapkan agar dapat berpartisipasi aktif, bukan hanya sebagai konsumen teknologi, tetapi juga produsen ide dan solusi.
Landasan Yuridis
Integrasi ini didukung oleh Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025 yang menetapkan Koding dan Kecerdasan Artifisial sebagai mata pelajaran pilihan di jenjang SD hingga SMA mulai tahun pelajaran 2025/2026.
Landasan Empiris
Berbagai pilot project di sekolah penggerak menunjukkan bahwa siswa cepat memahami konsep logika, algoritma, dan AI sederhana jika difasilitasi dengan media yang kontekstual dan menyenangkan.
Pembelajaran Koding dan KA dirancang untuk:
Mengembangkan pemikiran komputasional dan kemampuan memecahkan masalah.
Meningkatkan kreativitas digital, kolaborasi, serta kemampuan berinovasi.
Membentuk karakter siswa yang beretika digital, memahami dampak sosial dan moral penggunaan teknologi.
Mempersiapkan peserta didik agar adaptif terhadap perubahan teknologi global.
Sasaran program ini meliputi peserta didik dari kelas 5 SD hingga SMA/SMK, dengan diferensiasi materi sesuai tingkat perkembangan kognitif.
Kurikulum Koding dan KA dibagi menjadi empat elemen inti:
Berpikir Komputasional
Pengenalan konsep algoritma, dekomposisi, pengenalan pola, dan abstraksi.
Pemrograman (Koding)
Pembelajaran dari bahasa visual (seperti Scratch dan Blockly) menuju bahasa teks (Python, JavaScript).
Pengenalan Kecerdasan Artifisial
Eksperimen sederhana tentang pembelajaran mesin, data, pengenalan gambar, dan chatbot edukatif.
Etika dan Literasi AI
Pemahaman tentang tanggung jawab, privasi, keamanan data, dan dampak sosial penggunaan teknologi cerdas.
Kemendikdasmen mendorong pendekatan Problem-Based Learning (PBL) dan Project-Based Learning (PjBL) yang menekankan proses belajar melalui praktik dan penciptaan karya digital.
Tiga metode utama diadaptasi sesuai kondisi sekolah:
Unplugged
Pembelajaran tanpa perangkat, menggunakan aktivitas logika dan permainan algoritmik.
Plugged Offline
Menggunakan perangkat komputer tanpa koneksi internet.
Plugged Online
Pembelajaran berbasis platform digital, simulasi coding dan AI berbasis web.
Implementasi program dilakukan secara bertahap:
Pelatihan guru melalui program Guru Penggerak Digital dan AI Educator Training.
Penyediaan modul digital dan platform pembelajaran di situs resmi kodingka.kemendikdasmen.go.id.
Kolaborasi lintas sektor dengan universitas, komunitas teknologi, dan industri AI nasional.
Beberapa tantangan utama yang diidentifikasi dalam naskah akademik:
Keterbatasan perangkat dan jaringan internet.
Kesenjangan kompetensi guru antara wilayah maju dan tertinggal.
Perlunya standar evaluasi kemampuan digital yang seragam.
Strategi mitigasi:
Pengembangan modul adaptif yang bisa digunakan tanpa internet.
Peningkatan kapasitas guru melalui blended training.
Pendampingan regional oleh pusat-pusat sumber belajar digital.
Melalui pembelajaran Koding dan KA, diharapkan:
Siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat (lifelong learner) yang mampu beradaptasi dengan perubahan teknologi.
Sekolah menjadi ekosistem inovasi digital.
Indonesia memiliki generasi yang produktif, kreatif, dan berdaya saing global dalam ekonomi berbasis data dan teknologi.
Koding dan Kecerdasan Artifisial bukan hanya tentang kemampuan teknis, tetapi juga tentang cara berpikir masa depan. Kemendikdasmen telah menyiapkan kerangka kurikulum yang visioner agar setiap peserta didik Indonesia mampu berperan aktif dalam dunia digital. Melalui kolaborasi antara guru, pemerintah, dan masyarakat, transformasi ini akan menjadi langkah nyata menuju Indonesia Cerdas Digital 2045.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. (2025). Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial. Jakarta: Kemendikdasmen.
Kemendikbudristek. (2025). Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial.
BBPMP Jawa Tengah. (2025). Koding dan Kecerdasan Artifisial Masuk Kurikulum: Menyiapkan Generasi Melek Teknologi.
LPMP DKI Jakarta. (2025). Digitalisasi Pembelajaran Coding dan Artificial Intelligence di Sekolah.
Gurudikdas.dikdasmen.go.id. (2025). Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial pada Pendidikan Dasar dan Menengah.